Oleh : Septiardi Prasetyo
Guru di MI At-Taufiq, Kota Bandung
Artikel ini pernah dimuat di rubrik Opini
Koran Pikiran Rakyat
Perjudian pernah dilegalkan di negeri ini. Dana segar yang dihasilkannya begitu luar biasa, hingga mampu membiayai berbagai megaprojek seperti pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Arus uang yang berputar dari praktik perjudian ini terbilang kencang. Saat ini, ketika pemerintah masih melarangnya, uang yang lari ke luar negeri untuk dipakai berjudi mencapai Rp 20 trilliun per bulannya. Hal itulah, yang menjadi salah satu motivasi dari sebagian pihak untuk mewacanakan pelegalan perjudian di Indonesia.
Kemudian muncul pertanyaan, bukankahuang hasil perjudian merupakan uang haram? Uang yang tidak barokah untuk dijadikan modal pembangunan bangsa. Mereka yang pro berpendapat, gunakan saja uang haram itu untuk membayar utang luar negeri kita, yang telah mencapai Rp 1.621 trilliun. Bukankah sistemriba yang digunakan Bank Dunia dan IMF adalah haram hukumnya. Tentu pendapat seperti ini sah-sah saja. Tetapi, perlu kita ingat bahwa kotoran tidak bisa dibersihkan dengan air kotor. Sebab, selain tidak akan membersihkan, malahan bisa mengundang berbagai bibit penyakit.
Sebagai seorang Muslim, kita telah diberi asset berharga oleh Allah SWT untuk memahami mengapa harus menjauhi judi. Dalam Al quran, Surat Al-Maidah ayat 90-91 berbunyi. �Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan shalat. Maka tidakkah kami berhenti.�
Bila kita berpegang pada ayat tersebut, kontroversi tentang upaya melegalkan kembali praktik perjudian akan berhenti. Tidak ada keraguan atau perdebatan lebih lanjut bahwa agama telah melarangnya dengan tegas. Akan tetapi, bagi mereka yang pro menuntut pihak yang kontra, untuk mempertimbangkan masalah ini dari kacamata yagn lain, seperti keuntungan bagi perekonomian bangsa, akselerasi pembangunan, dan peningkatan penerimaan pajak.
Pada prinsipnya, Negara kita merupakan Negara yang memiliki potensi kekayaan alam luar biasa besarnya. Bila dikelola dengan baik dan berkeadilan, potensi ini bisa memberikan peningkatan bagi perekonomian bangsa dan pemerataan kesejahteaan rakyat. Belum lagi penerimaan sector pajak Negara, yang mencapai Rp 800 trilliun per tahunnya dan berbagai penerimaan Negara dalam bentuk yang lainnya seperti ekspor nonmigas, pariwisata, pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI), dan sebagainya. Dengan demikian, tidaklah signifikan bila perjudian akan meningkatkan perekonomian bangsa. Sebab, faktor penerimaan yang lainnya sangat mencukupi untuk pembangunan, bila benar-benar dikelola dengan baik. Bahkan, ada yang menyebutkan bahwa penerimaan pajak yang berjumlah Rp 800 trillin per tahun itu, bukan habis dipakai tetapi dirampok! Uang yang lari ke luar negeri, karena korupsi lebih besar daripada yang dibelanjakan para penjudi di luar negeri.
Kemudian muncul pertanyaan tentang mekanisme pelegalan tersebut. Apakah akan diberlakukan secara luas atau di tempat-tempat tertentu saja. Seperti kita ketahui, lokalisasi perjudian telah dikenal sejak lama oleh Negara-negara di dunia. Contohnya Las Vegas di Amerika Serikat, Macau di Cina, dan Genting di Malaysia. Tujuan dari lokalisasi ini adalah pertama, untuk meminimalisasi dampak buruknya bagi masyarakat luas. Berikutnya, untuk membatasi akses masyarakat berjudi karena tidak setiap orang bisa memasukinya. Yang terakhir, untuk mempertegas sanksi hukum bagi para penjudi yang melakukannya di luar tempat yang telah ditentukan.
Akan tetapi, muncul kendala bahwa undang-undang (UU) dan dasar Negara kita Pancasila, tidak memperbolehkanpraktik perjudian. Setiap pasal dalam UU akan berlaku umum dan merata bagi semua orang tanpa terkecuali. Pejabat atau rakyat biasa bisa terjerat sanksi bila melanggarnya. Di seluruh wilayah nusantara dari Sabang sampai Merauke, UU melarang perjudian di wilayah hukumnya.
Lokalisasi perjudian selalu membawa efek pengiringnya seperti prostitusi, minuman keras, hingga narkotika. Dengan demikian, tdaklah mengherankan bila leluhur kita sangat menentang praktik perjudian. Bahkan, sejak zaman Majapahit berlaku hokum potong kedua tangan dan kaki bagi penjudi. Suatu sanksi hukum yang teramat keras utnuk diberlakukan, karena mereka telah menyadari efek merusak ini. Bahkan, dalam banyak kasus mereka yang jatuh miskin, karena berjudi melakukan bunuh diri.
Bangsa Indoneisa adalah bangsa yangbesar. Kaya akan sumber daya alam, kebudayaan, dan nilai-nilai luhur bangsa. Kita memiliki berjuta potensi yang bisa digali dan dikembangkan. Kita masih punya harapan maju dan sejajar dengan bangsa-bangsa di dunia, tanpa harus melegalisasi judi dan mengorbankan nilai-nilai luhur kita.
Labels:
Artikel sosial budaya,
judi,
Opini,
Pesona Uang Haram,
pikiran rakyat,
Septiardi Prasetyo
Thanks for reading Pesona Uang Haram. Please share...!
0 Komentar untuk "Pesona Uang Haram"