Oleh : Hipni Mubarok
Guru di SLB Negeri Banjaran
Artikel ini pernah dimuat di rubrik Forum Guru
Koran Pikiran Rakyat, Sabtu 31 Maret 2012
Guru di SLB Negeri Banjaran
Artikel ini pernah dimuat di rubrik Forum Guru
Koran Pikiran Rakyat, Sabtu 31 Maret 2012
Lagi-lagi ada yang mengganjal di hati, tentang profesionalisme pemerintah dalam mengambil kebijakan terhadap kesejahteraan guru Honorer. Mengenai masalah kesejahteraan guru, sepertinya ini harus segera dituntaskan oleh pemerintah kita, karena tolok ukur keberhasilan siswa ada pada guru. Bagaimana guru dapat bekerja secara professional, sedangkan dia harus memikirkan kesejahteraan diri dan keluarganya karena honor yang diperoleh tak mungkin mencukupi biaya kehidupannya.
�Mayoritas guru honorer di 46 sekolah luar biasa (SLB) di kota Bandung masih menerima bayaran Rp 50.000 per bulan. Padahal, mereka berbekal gelar sarjana pendidikan luar biasa (PLB) dengan beban mengajar di atas 24 jam seminggu.� (Pikiran Rakyat, 27/3/2012). Ini bukan rekayasa! Ini benar-benar terjadi di Indonesia, bung! Bukan di negeri antah berantah. Apabila dikalkulasikan berate guru honorer tersebut hanya menerima bayaran kurang dari Rp 2.000 per hari, padahal negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN ataupun APBD. Ketentuan tersebut termaktub dalam pasal 31 UUD 1945, terlebih ketentuan 20 persen tersebut termasuk di dalamnya untuk alokasi gaji guru.
Rendahnya gaji yang diterima menunjukkan kurang berpihaknya pemerintah terhadap guru honorer. Padahal, kerja yang mereka lakukan di sekolah dapat dikatakan sama seperti guru PNS. Ini harus menjadi bahan evaluasi pemerintah. Apalagi, disela-sela permasalahan guru honorer yang digaji jauh dari kata layak ini, pemerintah berencana menaikkanharga BBM pada 1 April ini, dengan alas an akan dialokasikan ke sektor lain, yang tidak lain selain infrastruktur dan kesehatan salah satu sector lainnya adalah pendidikan.
Ini jelas harus dipertanggungjawabkan oleh pemerintah. Pemerintah harus dapat menjamin kesejahteraan guru, walaupun sebenarnya jikaharga BBM tidak naik pun, pemerintah tetap harus menjamin kesejahteraan guru, karena sudah diamantkan dalam undang-undang.
Jangan lagi ada cerita guru digaji Rp 2.000 per hari, karena itu sudah termasuk pelanggaran hak asasi guru. Jika mereka masih digaji sebesar itu, sungguh terlalu. Harus diingat oleh pemerintah, kenaikan harga BBM akan berdampak pada yan lainnya, seperti ongkos angkutan umum, kebutuan pokok, sampai biaya pendidikan.
Ini jelas menambah beban guru honorer. Gaji minim yang diterima dul saja tidak mungkin mencukupi biaya kehidupan sehari-hari, apalagi setelah kenaikan BBM. Bagi guru PNS, penulis yakin dapat dikatakan lebih dari cukup, apalagi setelah kenaikkan gaji 10 persen. Akan tetapi, bagi guru honorer, jika tidak ada kebijakan yang positif dari pemerintah, ke mana lagi mereka berharap.
Sebagai pengingat saja, saya mengutip perkataan seorang guru honorer yang menandakan mereka sangan layak mendapa perhatian pemerintah, �Kami ini memiliki bekal pendidikan yang pantas, yang sesuai. Menjadi guru honorer di SLB itu bukan main-main atau coba-coba.� (Pikiran Rakyat, 27/3/2012). Oleh karena itu, penulis pun yakin nantinya pemerintah tidak akan main-main atau coba-coba dalam memberikan kebijakan bagi kesejahteraan guru honorer. Insya Allah!
Labels:
artikel pendidikan,
forum guru,
Guru Honorer dan Kenaikkan Harga BBM,
Hipni Mubarok
Thanks for reading Guru Honorer dan Kenaikkan Harga BBM. Please share...!
0 Komentar untuk "Guru Honorer dan Kenaikkan Harga BBM"