Oleh : Septiardi Prasetyo
Guru di MI At-Taufiq, Kota Bandung
Artikel ini pernah dimuat di Rubrik Suluh
Koran Tribun Jabar, Selasa 23 Juni 2009
Guru di MI At-Taufiq, Kota Bandung
Artikel ini pernah dimuat di Rubrik Suluh
Koran Tribun Jabar, Selasa 23 Juni 2009
Seorang siswa bertanya,�Mengapa matahari berwarna merah saat terbit di ufuk timu?� Menanggapi pertanyaan ini atau pertanyaan lainnya, seorang guru akan berusaha meramu sebuah jawaban yang paling mudah dipahami oleh siswanya. Pertanyaan yang dijawab secara akurat, cepat dan singkat seringkali menjadi opsi pertama saat pembelajaran berlangsung.
Menjawab pertanyaan secara akurat akan menghindarkan siswa dari miskonsepsi dalam memahami jawaban. Sebab, keakuratan sebuah jawaban ditentukan bukan oleh content-nya saja, melainkan berkaitan juga dengan metode penyampaian dan isi jawaban yangsesuai dengan tingkat berpikir anak.
Oelh karena itu, ketika siswa sekolah dasar (SD) mengajukan sebuah pertanyaan seperti di atas, kita tidak bias menjawabnya,�Karena panjang gelombang sinar matahari yang sampai ke mata kita lebih besar dibandingkan ketika matahari tepat di atas kepala kita!� Jelas jawaban seperti ini tidak sesuai dengan tingkat berpikir siswa SD karena mereka belum bisa memahami konsep-konsep yang bersifat abstrak.
Selain tingginya tingkat akurasi sebuah jawaban, kecepatan dalam merespon sebuah pelajaran selalu menjadi pilihan utama saat pelajaran di kelas sehingga secara langsung akan meningkatkan efektivitas pembelajaran secara secara keseluruhan. Semakin cepat solusi diberikan, akan semakin cepat tercapainya tujuan-tujuan pembelajaran.
Namun, merespon sebuah pertanyaan secara akurat, cepat, dan singkat menyisakan beberapa permasalahan yang harus menjadi perhatian para guru. Pertama, siswa akan terbiasa disuapi oleh jawaban-jawaban instan tanpa ada keinginan dan usaha dari mereka untuk secara mandiri menggali dan menemukan jawabannya. Dengandemikian, pembelajaran di kelas hanya bersifat teacher center, yaitu pembelajaran yang memosisikan guru sebagai satu-satunya sumber ilmu pengetahuan di kelas.
Kedua, pembelajaran di kelas hanya bersifat transfer pengetahuan. Di kelas, guru berperan sebagai penyampai materi pembelajaran dan siswa berperan sebagai penerima segala jenis pengetahuan yang diterimanya. Tidak heran bila aktivitas siswa hanya seputar mendengarkan, menuliskan, dan manghafalkan informasi-informasi yang disampaikan kepadanya. Tanpa disertai upaya dalam mengarahkan mereka pada suatu aktivitas ilmiah yang melibatkan kompetensi psikomotor dan kompetensi afektif untuk menemukan sebuah jawaban.
Ketiga, minimnya pemanfaatan media pembelajaran saat kegiatan belajar mengajar (KBM) di kelas. Merespon pertanyaan dengan jawaban instant akan mengurangi bahkan akan menghilangkan peran media pembelajaran saat KBM.
Media pembelajaran dapat digunakan untuk mendemonstrasikan sebuah fenomena atau membuktikan kebenaran suatu konsep. Setiap konsep, teori, atau hokum yang berlaku dalam ilmu pengetahuan seyogianya dapat dijelaskan melalui kegiatan yang melibatkan baik audio maupun video. Dan ini hanya bisa dilakukan dengan memanfaatkan media pembelajaran yang tersedia di sekolah.
Keempat, siswa kurang termotivasi untuk mengaktualisasikan pengetahuan yang dimilikinya. Hal ini terjadi karena siswa merasa dapat menyakan pengetahuan apa saja saat belajar di kelas. Dan mereka dapat memperolehnya secara instant sehingga mereka merasa tidak perlu repot-repot mempelajari buku, majalah, koranm atau browsing internet untuk mencapai sebuah pemahaman.
Kelima, siswa menjadi kurang kritis dalam menyikapi pengetahuan yang diberikan kepadanya. Mereka merasa pengetahuan yang dimilikinya sudah final dan mutlak kebenarannya tanpa perlu mempertanyakan kembali ilmu yang telah diberikan gurunya melalui kegiatan ilmiah seperti demonstrasi atau percobaan.
Merespons sebuah pertanyaan tidak harus berupa jawaban langsung, tapi guru dapat menggunakan pertanyaan lainnya yang lebih mendekatkan siswa pada jawaban yang sebenarnya. Seperti seorang siswa yang meminta seekor ikan tapi guru memberinya pancingan. Untuk melakukannya, diperlukan kepiawaian guru menyusun berbagai pertanyaan yang dapat merangsang siswa utuk mau bertanya lagi dan berusaha menemukan jawabannya sendiri. Jadi, setiap pertanyaan kepada siswa harus mampu menggugah rasa ingin tahunya terhadap jawaban.
Merespon pertanyaan dengan pertanyaan memberikan beberapa keuntungan. Pertama, melatih kemandirian siswa memperoleh jawaban dari sebuah pertanyaan. Di sini, siswa dituntut mampu mencari, mengumpulkan, dan menyimpulkan berbagai informasi yang diperolehnya dari membaca berbagai sumber untuk memperoleh sebuah pemahaman. Dengan demikian, pembelajaran di kelas bukan lagi menempatkan siswa sebagai objek yang harus disuapi dengan berbagai macam ilmu pengetahuan, melainkan kini siswa adalah subjek dalam pembelajaran.
Siswalah yang aktif dalam proses pembelajaran, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator yang aktif dalam menjembatani siswa dengan tujuan-tujuan pembelajaran yang hendak dicapai sehingga pembelajaran tidak berpusat kepada guru, tapi siswalah yang jadi pusat pembelajaran.
Kedua, mengoptimalkan tiga aspek kompetensi fundamental yang dimiliki siswa. Pembelajaran yang berpusat pada siswa menunntut mereka aktif terlibat kegiatan-kegiatan ilmiah di kelas. Pembelajaran di kelas tidak sekadar aktivitas mempertajam pemahaman aspek kognitif, tapi kemampuan aspek psikomotor dan aaektif mereka pun akan lebih tergali. Halini memerlukan kepiawaian dari para guru dalam menyusun rencana program pembelajaran (RPP) yang memungkinkan hal itu terjadi.
Ketiga, meningkatkan rasa ingin tahu siswa terhadap ilmu pengetahuan. Merespon pertanyaan dengan pertanyaan akan menyadarkan mereka bahwa dibalik pertanyaan mereka ajukan ternyata ada pertanyaan lainnya yang sama menariknya dengan pertanyaan mereka. Contoh, pertanyaan siswa tentang matahari yang berwarna merah ketika terbit. Guru dapat bertanya kembali,�Bagaimana dengan warna matahari ketika terbenam?� atau, �Bagaimana dengan warna bulan ketika terbit dan terbenam, apakah sama dengan warna matahari saat terbit dan terbenam?� Pertanyaan-pertanyaan seperti ini selain memotivasi rasa ingin tahu siswa terhadap ilmu pengetahuan juga memperluas konteks pemahaman yang akan dimiliki siswa.
Keempat, mempertajam daya kritis siswa dalam menuntut ilmu pengetahuan di sekolah. Siswa selalumerasa tidak pas dengan setiap jawaban yang diperolehnya. Sebab, mereka sadar di balik setiap jawaban akan menyisakan berbagai pertanyaan lainnya yang lebih besar dan mendasar. Dengan begitu, setiap ilmu pengetahuan yang diperolehnya akan disikapinya dengan kritis dan antusias.
Merespon pertanyaan-pertanyaan yang diajukan siswa haruslah dengan pertnayaan yang lebih mendekatkan mereka pada pemahaman yang sesungguhnya. Janganlah mengajukan pertanyaan yang sekiranya akan membingungkan siswa dalam memperoleh jawabannya. Artinya, susunlah sebuah pertanyaan yang sistematis dan efektif dalam mengantarkan mereka pada pencerahan. Hal ini akan menghindarkansiswa dari pertanyaan-pertanyaan yang mengandung polemic yang tidak perlu.
Labels:
artikel pendidikan,
Menjawab pertanyaan dengan pertanyaan,
Septiardi Prasetyo,
Tribun Jabar
Thanks for reading Menjawab Pertanyaan dengan Pertanyaan. Please share...!
0 Komentar untuk "Menjawab Pertanyaan dengan Pertanyaan"