Oleh : Septiardi Prasetyo
Guru MI At-Taufiq, di Yayasan Pendidikan Al-Hikmah
Guru MI At-Taufiq, di Yayasan Pendidikan Al-Hikmah
Baru-baru ini dunia pendidikan kita dihebohkan oleh cerita berjudul Bang Maman Dari Kali Pasir di buku Lembar Kerja Siswa (LKS) mata pelajaran Pendidikan Lingkungan Budaya Jakarta, kelas II Sekolah Dasar (SD). Mungkin diantara masyarakat ada yang masih bertanya-tanya,�Unsur cerita mana yang dipandang meresah masyarakat tersebut?� Sebagai gambaran, saya akan merangkumkan cerita tersebut untuk anda.
Bang Maman memiliki anak perempuan bernama Ijah yang dinikahkan dengan Salim, anak seorang kaya raya. Ketika orang tua Salim meninggal ia mewarisi kebun yang luas. Karena ia tidak pandai berkebun maka pengelolaannya diamanatkan kepada Kusen. Tapi dikemudian hari Kusen menjual seluruh kebun Salim hingga ia jatuh miskin. Mengetahui Salim jatuh miskin, Bang Maman kecewa dan menyusun tipu muslihat supaya Ijah bercerai dengan Salim. Dengan cara meminta Patme pura-pura menjadi istri simpanan Salim. Akhirnya Ijah pun bercerai dengan Salim. Dikemudian hari Ijah berkenalan dengan Ujang hingga akhirnya mereka melangsungkan pernikahan. Ketika pesta pernikahan berlangsung, polisi datang menangkap Ujang. Ternyata Ujang adalah seorang buronan tersangka perampokan yang paling diincar polisi. Pesta pun berakhir dengan penangkapan Ujang tersebut.
Dari rangkuman cerita di atas, anda akan menemukan kata istri simpanan. Penggunaan kosakata inilah yang menjadi pusat kecemasan para orang tua. Mereka menilai belum saatnya siswa kelas II SD dikenalkan dengan kata tersebut. Terlebih menggunakannya sebagai bahan pelajaran di pendidikan formal. Setiap guru di sekolah mana pun pasti tidak akan berbeda faham dengan sikap para orang tua tersebut.
Selain pemakaian kosakata yang tidak tepat, unsur cerita di atas saya nilai bermasalah. Unsur cerita yang baik yang layak digunakan sebagai pembelajaran di kelas adalah cerita yang bisa menunjukkan posisi benar dan salah beserta konsekuensinya kepada siswa. Contoh, bila seseorang bermain api maka dia sendiri yang akan merasakan panasnya. Bila seseorang bermain air maka dia sendiri yang basah. Pada rangkuman cerita Bang Maman Dari Kali Pasir di atas siswa bisa menilai tokoh Bang Maman sebagai orang yang serakah dan suka melakukan tipu daya. Begitu pun dengan Patme yang suka memfitnah. Dan Kusen, seorang pencuri dan tidak amanah. Ketiga tokoh ini telah melakukan kesalahan namun apa hukuman bagi mereka? Jawabannya adalah tidak ada hukuman dan konsekuensi apapun bagi ketiga tokoh jahat tersebut. Kalau begitu jalan ceritanya, maka nilai positif apa yang bisa siswa baca, renungkan dan pahami dari cerita ini? Penulis cerita ini bertanggungjawab penuh atas bebasnya para tokoh pelaku kejahatan dari jeratan hukum (pidana/ adat).
Kita semua berharap sumber belajar siswa tidak lagi dihiasi karakter �bang Maman- bang Maman� yang lainnya. Peran para guru di sekolah sangatlah vital sebagai garda terdepan dalam memfilter segala informasi dan pengetahuan bagi siswanya. Jangan sampai karena kekurangtelitian kita dalam memilihkan sumber belajar yang baik bagi siswa, mengakibatkan siswa kita terjebak pada pemahaman tentang nilai yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Meneliti dan memahami sumber belajar siswa di setiap pergantian semester merupakan tugas pertama dan utama para guru sebelum memutuskan layak tidaknya untuk didistribusikan kepada siswa. Tidak lupa untuk secara intensif menanamkan nilai-nilai positif saat pembelajaran di kelas. Karena penetrasi tokoh �bang Maman� ini telah biasa siswa amati ketika mereka menonton televisi, membaca cerita di majalah, buku, internet dan lainnya.
Labels:
artikel pendidikan,
Ketika Bang Maman Ngeksis di LKS
Thanks for reading Ketika Bang Maman "Ngeksis" di LKS. Please share...!
0 Komentar untuk "Ketika Bang Maman "Ngeksis" di LKS"