Proses. Bahkan para wali Allah pun memperoleh ilmunya melalui belajar. Ilmu tidak turun dengan begitu saja kepada mereka, melainkan dengan belajar. Proses adalah sunatullah, dan belajar adalah salah satu wujud kongkret sebuah proses. Mengapa harus menentang sunatullah itu?
Berharap agar kemerdekaan dalam belajar terpenuhi mengingat sekolah formal dirasa terlalu mengekang, tidak harus menghancurkan sunnah-sunnah yang sudah ditetapkan Allah. Manusia di dunia fana ini bergelut dengan proses. Manusia di dunia fana ini bergelut dengan usaha-usaha. Demikian juga halnya untuk membuat anak-anak berpengetahuan, berkepribadian baik, berketerampilan, dan ideal-ideal lainnya tidak cukup hanya dengan menyerahkan mereka pada 'alam' tanpa proses belajar.
Jikapun ada keberhasilan yang diperoleh dengan cara tersebut, maka hasilnya untung-untungan. Ketika lingkungan yang membentuknya memang menggiring anak pada bertumbuhnya kemampuan-kemampuan, mungkin mereka akan mencapai taraf yang diharapkan, namun ketika kondisi lingkungan ternyata sebaliknya, bagaimana? Suatu hari saya yakin kita akan menyesal karena membiarkan waktu berlalu tanpa usaha, dan menggerus kesempatan anak-anak untuk mencapai kemampuan-kemampuan diri sebagai bekal hidup mereka.
Seperti juga berharap ada sajian makanan tertentu di meja makan, manusia membutuhkan ikhtiar dari mulai menyediakan bahan bakunya hingga belajar proses mengolahnya. Sekali lagi saya meyakinkan diri saya sendiri: Ikhtiar adalah sunatullah untuk kehidupan di dunia fana ini. Maksimalkanlah ikhtiar untuk semua urusan, baru sisanya bertawakal kepada Allah.
Aplikasinya, orang tua yang tidak menyekolahkan anaknya ke sekolah formal seperti saya, harus menuntun diri untuk konsisten dengan jadwal belajar anak-anak, betapapun sebentarnya. Jangan malas dan jangan lengah. Ilmu yang kita miliki akan dimintai pertanggungan jawab. Amanah yang diembankan juga akan ditanyai bagaimana kita menjaganya. Dan anak-anak adalah amanat besar bagi orang tuanya.
0 Komentar untuk "Belajar, Proses, dan Sunatullah"