Oleh : Akhmad Khusaeri, M.MPd
Guru di Yayasan Nur Al Rahman, Cimahi
Artikel ini pernah dimuat di rubrik Suluh
Koran Tribun Jabar, Selasa 18 Maret 2014
Guru di Yayasan Nur Al Rahman, Cimahi
Artikel ini pernah dimuat di rubrik Suluh
Koran Tribun Jabar, Selasa 18 Maret 2014
Salah satu rekomendasi dalam Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan (RNPK) pada tanggal 5-7 Maret 2014 lalu adalah akan diadakannya program Wajib Belajar Pendidikan Anak Usia Dini (Wajar PAUD). Pertanyaannya kemudian, seberapa pentingkah seorang anak di bawah usia 6 tahun harus mengikuti aktivitas sekola? Dan apakah tidak lebih baik di rumah saja bersama pengasuhan orang tuannya dan menyiapkan masuk Sekolah Dasar (SD)?
Hal itu berawal dari evaluasi dan temuan bahwa masih ada kurang lebih 23 ribu desa di negeri ini yang belum memiliki tempat PAUD atau sekitar 40 persen desa yang ada di seluruh Indonesia yang belum melaksanakan program �Satu Desa Satu PAUD�. Padahal pada usia dini (4-6 tahun) merupakan masa peka bagi anak. Anak mulai sensitive untuk menerima berbagai upaya perkembangan seluruh potensi mereka. Masa peka merupakan masa terjadinya pematangan fungsi-fungsi psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungannya.
Masa ini merupakan masa untuk meletakkan dasar pertama dalam mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, social, emosional, konsep diri, disiplin, kemandirian, seni, moral, dan nilai-nilai agama. Karenanya pada masa ini disebut usia keemasan (golden age) yang jika distimulasi dengan baik maka akan mampu mengoptimalisasi potensi yang dimiliki anak.
Benjamin S Bloom mengatakan bahwa 50 persen kemampuan belajar seseorang akan ditentukan pada 4 tahun pertamanya (0-4 tahun), 30 persen berkembang pada 4 tahun berikutnya (4-8 tahun). Sementara itu, hal-hal yang dipelajari seseorang sepanjang hidupnya dibangun di atas dasar ini (0-8 tahun), sedangkan sisanya 20 persen berkembang pada 10 tahun berikutnya (8-18 tahun).
Oleh karena itu, peran pendidikan pada usia dini dari orangtua, guru atau orang dewasa lainnya sangat diperlukan dalam upaya pengembangan potensi. Upaya tersebut bisa dilakukan melalui kegiatan bermain seraya belajar bermain. Sebab, dengan bermain anak memiliki kesempatan untuk mengekplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasi serta belajar secara menyenangkan. Selain itu bermain membantu anak mengenal dirinya sendiri dan lingkungannya.
Satu Desa Satu PAUD
Kehadiran PAUD yang belakangan ini menjadi konsen pemerintah-dalam hal ini Kemendikbud-adalah semata dimaksudkan untuk pembinaan yang ditujukan kepada anak sampai usia enam tahun, yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan lebih lanjut (UU 20/2003).
Komitmen memberikan pendidikan sejak usia dini merupakan sesuatu yang mesti, apalagi hal tersebut menjadi kesepakatan internasional seperti Komitmen Jomtien, Thailandi (1990) menyepakati �perlunya memperjungkan kesejahteraan bagi anak�, Deklarasi Dakar, Sinegal (2000), dan komitmen New York, USA (2002). Oleh karena itu, hadirnya program �Satu Desa Satu PAUD� bisa menjadi cikal bakal adanya program Wajar PAUD dalam memberikan akses pada anak-anak usia dini di negeri ini untuk mengukuhkan pendidikannya.
Namun tentunya implementasi di lapangan tidak akan semudah membalikkan telapak tangan, aka nada banyaj jalan terjal dan menanjak dalam mencapainya. Itu semua menjadi tantangan pemerintah dan seluruh stakeholderpendidikan yang harus ditaklukan agar mimpi emas itu terwujud.
Tantangan itu di antaranya masih terdapat kesalahpahaman tentang PAUD sehingga sebagian masyarakat ada yang masih enggan mengikutinya. Oleh karenanya perlu ada pelurusan pemahaman tentang PAUD, yaitu pertama, PAUD bukan untuk �mendinikan sekolah� dengan mengajarkan hal-hal yang belum saatnya. Kedua pelaksanaan PAUD harus sesuai dengan tahap perkembangan dan potensi masing-masing anak. Ketiga, PAUD dilaksanakan melalui bermain, sehingga tidak merampas dunia anak. Keempat, PAUD bertujuan untuk melejitkan semua potensi anak (motorik, bahasa, kognitif, emosional, dan sosial) dengan mengedepankan kebebasan memilih, merangsang kreativitas, dan penumbuhan karakter.
Akhirnya, penting atau tidaknya sebuah proses pendidikan di usia dini dapat kita rasakan sendiri, ketika masa golden age anak kita berlalu begitu saja tanpa ada prosespengembangan potensi alamiahnya, maka itu menjadi jawaban tersendiri atas kebutuhan bangsa ini terhadap adanya PAUD sebuah tempat yang akan memberikan rangksangan pendidikan yang menyenangkan, merangsang semua aspek kecerdasan anak sesuai tahap perkembangan , potensi, dan kebutuhan masing-masing anak tanpa ada paksaan sehingga menghantarkan pada sebuah suasana dan tempat/ desa/ kelurahan yang ramah anak.
0 Komentar untuk "Wajib Belajar PAUD"