Total Pageviews

Blog Archive

Formulir Kontak



Formulasi Tiga Diklat

Formulasi Tiga Diklat

Oleh : Kusman Rukmana
          Guru PKn SMAN Tomo, Kabupaten Sumedang
          Artikel ini pernah dimuat di rubrik forum guru
          Pikiran Rakyat, Selasa 30 Oktober 2012


Sebagai akibat dari tidak optimalnya hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) secara nasional, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah menyiapkan formulasi tiga diklat, yakni diklat tatap muka, daring (online), dan CD interaktif. Guru yang memiliki nilai UKG buruk akan menjalani diklat tatap muka, sedangkan yang bernilai bagus akan digandeng sebagai fasilitator (�PR�, 19/10).
Terlepas dari pro dan kontra mengenai formulasi tiga diklat, sepanjang regulasi tersebut merupakan upaya untuk meningkatkan kualitaspendidikan secara makro di Indonesia, sepertinya tidak ada alasan untuk tidak menyetujuinya.
Dengan formulasi tiga diklat tersebut, sudah seharusnya pemerintah mengoptimalkan peran pengawas dan kepala sekolah, terutama dalam sosialisasi. UKG memiliki korelasi linier dengan Penilaian Kinerja Guru (PKG) karena berorientasi praktis, kuantitatif, dan kualitatif.
Diharapkan para guru akan lebih termotivasi  untuk meningkatkan kinerja dan profesionalitasnya, lalu hasil UKG akan menjadi acuan dalam melaksanakan penilaian kinerja guru dan penilaian guru berkelanjutan (PKB) yang akan diberlakukan pada tahun 2012 (�PR�, 22/10).
Melaksanakan evaluasi pendidikan merupakan salah satu kompetensi pengawas di sekolah. Salah satu instrumennya adalah melakukan bimbingan terhadap guru dan aspek-aspek penting lainnya, terutama yang menyangkut pembelajaran.
Kemudian, perlu ada kejelasan mengenai pihak-pihak yang secara langsung menjadi penanggung jawab program UKG di daerah, apakah Dinas Pendidikan kabupaten/ kota melalui bimbingan mutu pendidikan atau langsung oleh pemerintah pusat? Hal ini berbeda dengan penilaian kinerja guru (PKG) yang tim penilainya jelas, yaitu kepala sekolah, guru senior, dan pengawas.
Berdasarkan pengalaman sebelumnya, menghadapi UKG saat terjadi keresahan di kalangan guru sebagai akibat tidak biasa dan tidak siapnya guru dalam menghadapi tes atau uji kemampuan. Akibatnya, guru menjadi �lupa� terhadap tugasnya dalam mengajar sehingga peserta didik terbengkalai dalam belajar.
Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah membuat petunjuk pelaksanaan mengenai formulasi tiga diklat tersebut yang tidak mengganggu kinerja mengajar guru. Setiap program evaluasi yang dilakukan pemerintah terhadap peningkatan kompetensi guru diharapkan tidak sampai mengabaikan hak-hak peserta didik dalam memperoleh pembelajaran hanyakarena gurunya �sibk� menghafal soaal-soal ujian sejenisnya.
UKG juga jangan dijadikan satu-satunya alat untuk mengukur kompetensi guru. Satu diantaranya adalah penerapan PKG dengan mengoptimalkan fungsi pengawasan sekolah dan kepala sekolah untuk memonitor secara langsung dan melakukan penilaian secara objektif terhadap kinerja guru.
Apa Kabar SKB 5 Menteri

Apa Kabar SKB 5 Menteri

Oleh : Kusman Rukmana
          Guru PKn di SMAN Tomo, Kabupaten Sumedang
          Artikel ini pernah dimuat di rubrik Forum Guru
          Koran Pikiran Rakyat, Sabtu 17 Maret 2012
 

Belum selesai persoalan sertifikasi, penilaian kinerja, dan tuntutan profesionalisme, dunia persekolahan �disibukkan� dengan adanya peraturan bersama (SKB) Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Agama tentang Penataan dan Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil.
Ini merupakan implementasi dari amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 tentang Guru, khususnya yang berkaitan dengan tugas guru dan pengawas dan PP No. 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian PNS yang harus selesai per 31 Desember 2013.
Munculnya peraturan bersama itu semata-mata untuk menjamin pemerataan guru antarsatuan pendidikan, antarjenjang, antarjenis pendidikan, antarkabupaten, antarkota, dan antarprovinsi serta untuk mewujudkan peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan formal secara nasional dan pencapaian tujuan pendidikan Nasional.
Sekalipun peraturan bersama ini baru pada tahapan sosialisasi, dalam beberapa ketentuan mendasar yang langsung bersentuhan dengan guru, tidak diiringi denganregulasi yang jelas. Perlu diingat, tugas pokok guru adalah mengajar dan mendidik.
Dengan peraturan bersama ini dikhawatirkan akan mengganggu konsentrasi guru dalam melaksanakan tugas pokoknya. Sebelum diketahui kondiri riil kelebihan dan kekurangan guru di setiap satuan pendidikan di kab./kota secara nasional, solusi dini yang coba ditawarkan oleh pemerintah melalui petunjuk teknis peraturan bersama ini seharusnya melalui pengkajian sosiologis. Hal itu untuk menghindari polemik di kalangan guru, misalnya tentang kewajiban pemenuhan beban mengajar 24 jam tatap muka, apalagi diiringi dengan sanksi terhadap guru yang telah disertifikasi akan dicabut tunjangan profesinya manakala tidak memenuhi ketentuan itu sesuai dengan permendiknas No. 30/ 2011.
Pemerintah kemudian memberikan beberapa alternatif solusi, misalnya guru yang mengajar kurang dari 24 jam, kekurangannya bisa dipenuhi di sekolah lain. Dikhawatirkan hal itu akan membuat masalah baru di lapangan. Guru jangan �dipaksa� untuk mencari sekolahlain hanyauntuk memenuhi kekurangan 24 jam kaena mencari sekolah lain, bukan hal yang mudah. Munculnya peraturan bersama ini menimbulkan pertanyaan, jangan-jangan bukan menjadi solusi, malah membuat guru jadi dilematis antara bekerja secara profesional dan �mengamankan diri� hanya untuk memenuhi 24 jam tatap muka.
Sebaiknya pemerintah memberikan rasa aman kepada guru untuk tetap fokus bekerja. Pemerintah harus segera menyelesaikan pendataan guru secara nasional. Hal ini perlu dilakukan sebagai dasar pijakan membuat kebijakan pemerataan. Selain itu, Kementrian Pendidikan Budaya mendorong pemerintah daerah agar segera menyusun produk hukum terkait penataan dan pemerataan guru PNS yang merujuk pada peraturan bersama ini.
Back To Top