Total Pageviews

Blog Archive

Formulir Kontak



Gerakan Nasional Jujur Ujian Nasional

Gerakan Nasional Jujur Ujian Nasional

Oleh : Asep Kusnawan
          Guru di Yayasan Pendidikan Salman Alfarisi Bandung
          Artikel ini pernah dimuat di rubrik Forum Guru
          Koran Pikiran Rakyat, Kamis 16 Februari 2012
 

Tokoh pendidikan Ki Hajar Dewantara mengungkapkan, pendidikan merupakan upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiranm dan tubuh anak. Bagian-bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak kita.
Semangat dan kata kunci esensi nilai pendidikan adalah mengembalikan khitah pendidikan sesuai dengan filosofi pendidikan Indonesia. Yaitu, membentuk insane yang cerdas melalui pendidikan karakter sebagai landasan utama dalam setiap proses yang dijalankan di lingkungan sekolah.
Sekolah adalah motor penggerak untuk memfasilitasi pembangunan karakter yang menghasilkan peserta didik yang kuat dalam nilai-nilai akhlak dan moral. Pembangunan karakter dan pendidikan karakter menjadi suatu keharusan, karena pendidikan tidak hanya menjadikan peserta didik cerdas, tetapi juga berbudi pekerti dan keberadaanya menjadi rahmat bagi lingkungan di mana dia tinggal.
Visi dan pengembangan Rencana Strategis Pndidikan Nasional kita yang menggambarkan harapan luhur dari amanat UU harus kita renungkan bersama. Tentu, konsep pendidikan karakter itu sudah ada di dalam kurikulum pendidikan. Yang menjadi pertanyaan, bagaimana implementasi pendidikan karakter di sekolah selama ini sehingga setiap tahun menjelang Ujian Nasional semangat �jujur� selalu didengungkan?
Jangan-jangan selama ini kita terjebak pada target pencapaian kompetensi semata dan mengejar SKL dari setiap SKKD yang ditargetkan dan bahkan melupakan pendidikan karakter itu sendiri. Pendidikan karakter di sekolah pada akhirnya menjadi pelajaran yang bersifat hafalan dan kognitif, karena kita sibuk mengejar target kurikulum yang sangat padat.
Wajar jika pada akhirnya, dengan UN atau USBN yang telah berjalan selama ini, nlai akhir menjadi bagian penting bagi hampir sebagian besar sekolah. Gerakan nasional dengan mengusung kata jujur, mungkin saat ini punt tetap menjadi tema utama jelang UN dan USBN tahun ini, untuk menggambarkan bahwa karakter jujur lebih penting daripada hasil itu sendiri.
Tak kalah pentingnya, memerlukan proses panjang untuk membangun karakter peserta didik dengan baik. Semangat jujur menjelang UN menjadi penting. Mengingat kata jujur saat ini seolah menjadi barang langka.
Jujur dimulai dari level paling tinggi, dari para pemimpin negeri ini, para pemangku kebijakan, para kepala dinas, para pengawas, dan para guru. Tentu, karakter jujur akan sangat mungkin tertanam kuat di dalam diri anak-anak kelak karena mereka melihat keteladanan kejujuran secara utuh yang ditampilkan oleh para pemimpin dan guru mereka.
Maka Gerakan Nasional Jujur untuk UN tahun ini seyogyanya bukan semata-mata jargon tanpa makna. Akan tetapi, semanat yang memang harus benar-benar ada di saat ada UN ataupun tidak ada. Ungkapan bahwa kejujuran adalah amanah dan kebohongan atau ketidakjujuran adalah khianat tampaknya harus dipegang sebagai komitmen bersama.
Ujian Nasional yang Menegangkan

Ujian Nasional yang Menegangkan

Oleh : Asep Kusnawan
          Guru di Yayasan Pendidikan Salman Al Farisi Bandung
          Artikel ini pernah dimuat di rubrik Forum Guru
          Pikiran Rakyat, Rabu 18 April 2012
 

Ujian Nasional (UN) tahun ini benar-benar special. Keterlibatan TNI dan Polri dalam mengawal soal UN benar-benar menyita perhatian publik. Betapa tidak, TNI dan Polri yang selama ini identik dengan perannya menjaga keamanan dan keselamatan bangsa beralih fngsimemasuki wilayah pendidikan. Kesan yang kemudian berkembang adalah seolah ada masalah genting berkaitan dengan pelaksanaan UN ini. Selain ranking nilai akademik, ranking kejujuran UN pun kini menjadi target paling penting yang harus dicapai Dinas Pendidikan Jawa Barat.
Seyogyanya kita merefleksi kembali hakikat pendidikan. Bahwa pendidikan di level manapun seharusnya berupaya membangun komitmen untuk saling percaya. Pemerintah yang seharusnya lebih berkomitmen pada upaya penyempurnaan proses pendidikan mulai dari sarana, prasarana, serta dukungan sistem lainnya, kini masuk ke wilayah sekolah. Tekanan psikologis tentu akan berdampak langsung pada anak-anak kita menghadapi UN kali ini.
Evaluasi sistematis dan transparan perlu perlu diungkapkan untuk melihat sejauh mana sebenarnya proses pendidikan kita benar-benar berada pada rel hakikat pendidikan yang baik dan benar. Tujuan utama lembaga pendidikan bukanlah menciptakan proses pendidikanyang di dalamnya tidak atau bahkan tanpa kegagalan, tetapi sekolah yang mampu menciptakan sikap mental peserta didik yang tidak merasa gagal.
Secara sadar ataupun tidak sadar, kita sering terjebak pada nilai akhir. Proses sikap mental belajar ini sering tidak tumbuh di kelas-kelas kita. Anak diukur gagal dan berhasil bukan karena sikap kerja. Sering keberhasilan dan kegagalan karena ketidaktercapaian KKM dari bidang studi. Apresisasi terhadap nilai-nilai afeksi yang digambarkan melalui sikap dan mental kerja sering diabaikan. Kondisi ironis yang terjadi ketika siswa berprestasi akademis dan sikap kerja baik sering dihadapkan pada sistem di mana kerja keras mereka tidak diapresiasi dengan baik dan benar. Bahkan, mereka yang bekerja keras dan sungguh-sungguh sering tidak bermakna mana kala nilai yang diperoleh sama dengan mereka yang bekerja tidak sungguh-sungguh. UN membuat sistem nilai yang adil tidak berpihak pada anak-anak yang mempunyai mental pemenang ini.
UN sebenarnya bisa menjadi satu loncatan dalam mengukur sejauh mana anak-anak kita siap memasuki satu gerbang keberhasilan. Kita perlu menanamkan bahwa keberhasilan sangat ditentuhan oleh diri mereka sendiri. Namun, mereka pun harus siap dengan konsekuensi dari sebuah perjuangan. Kegagalam sebagai sebuah keberhasilan tertunda harus ada dalam mental dan sikap mereka sebagai pemenang. Di sisi lain, ikhtiar dan upaya guru seyogiayanya jangan dicampuri oleh perilaku yang justru akan melemahkan mental mereka secara tidak langsung.
Selamat UN, skema UN dua tahun ini yang mengakomodasi nilai ujian sekolah sebagai nilai akhir hendaknya sisikapi dengan jujur oleh para guru dan stakeholder sekolah dan Disdik. Nilai UN bukan hanya citra sekolah, tetapi UN sebaiknya ajang sekolah menunjukkan keberaniannya untuk menghasilkan output berkualitas dari sisi akademik dan mental peserta didik dalam memasuki gerbang pendidikan lebih lanjut.
Back To Top