Total Pageviews

Blog Archive

Formulir Kontak



Tips Mengatasi Anak Yang Malas Belajar

Tips Mengatasi Anak Yang Malas Belajar

Beberap hari lalu saya sempat berdiskusi dengan teman sekos saya, mulanya beliau bercerita tentang adik laki-lakinya yang malas untuk belajar padahal sebentar lagi dia akan menghadapi ujian akhir kelulusan SD. Sebuat saja namanya �Ardi�, Ardi ini termasuk anak yang belum bisa belajar dengan baik atau masih malas-malasan, kalaupun dia belajar itu hanya untuk menghindari omelan kakak dan ibunyan yang selalu menyuruhnya untuk belajar, dan bisa ditebak selama dia di ruang belajar yang dilakukan pun hanya pura-pura belajar atau belajar asal-asalan, sekolah pun hanya sekedar sebagai rutinitas seharian yang hanya berlalu begitu saja, sekedar menuruti perintah orang tua.

Apa yang terjadi pada Ardi sebenarnya juga banyak dialami anak-anak usia sekolah di masyarakat kita. Tak terhitung lagi berapa banyak orang tua yang mengeluh dan kecewa dengan nilai anaknya yang jeblok (jelek) karena anaknya malas belajar, dan sebaliknya tidak jarang juga kita menemukan anak yang ngambek atau menagis gara-gara selalu disuruh belajar. Ada orang tau yang memarahi anaknya, mengancam si anak untuk tidak akan membelikan ini dan itu kalau si anak tidak belajar, membanding-bandingkan anaknya dengan anak lain, atau bahkan ada orang tua yang mengunakan cara kekerasan (menjewer, menyentil, mencubit, atau memukul). Jelas semua ini akan sangat berpengaruh pada fisik maupun psikis siswa.
Lalu sebenarnya bagaimanakah cara untuk mengatasi anak yang malas belajar? Masih perlukan kita dengarkan keluhan-keluahn orang tua tentang anaknya yang malas belajar? Haruskah anak itu ngambek atau menagis gara-gara dimarahin orang tuanya dan disuruh-suruh untuk belajar?
Untuk mengatasi permasalahan tersebut ada baiknya kalau terlebih dahulu kita mencari penyebab dari prikalu malas belajar, kemudian baru mencari solusi guna mengatasinya. Betul Bu/Pak....? :D

Malas belajar pada anak secara psikologis merupakan wujud dari melemahnya kondisi mental, intelektual, fisik, dan psikis anak. Malas belajar timbul dari beberapa faktor, untuk lebih mudahnya terbagi menjadi dua faktor besar, yaitu: 1) faktor intrinsik ( dari dalam diri anak), dan 2) Faktor ekstrinsik (faktor dari luar anak).

1. Dari Dalam Diri Anak (Intrinsik)
Rasa malas untuk belajar yang timbul dari dalam diri anak dapat disebabkan karena kurang atau tidak adanya motivasi diri. Motivasi ini kemungkinan belum tumbuh dikarenakan anak belum mengetahui manfaat dari belajar atau belum ada sesuatu yang ingin dicapainya. Selain itu kelelahan dalam beraktivitas dapat berakibat menurunnya kekuatan fisik dan melemahnya kondisi psikis. Sebagai contoh, terlalu lama bermain, terlalu banyak mengikuti les ini dan les itu, terlalu banyak mengikuti ekstrakulikuler ini dan itu, atau membantu pekerjaan orangtua di rumah, merupakan faktor penyebab menurunnya kekuatan fisik pada anak. Contoh lainnya, terlalu lama menangis, marah-marah (ngambek) juga akan berpengaruh pada kondisi psikologis anak.

2. Dari Luar Anak (Ekstrinsik)
Faktor dari luar anak yang tidak kalah besar pengaruhnya terhadap kondisi anak untuk menjadi malas belajar. Hal ini terjadi karena:

a. Sikap Orang Tua
Sikap orang tua yang tidak memberikan perhatian dalam belajar atau sebaliknya terlalu berlebihan perhatiannya, bisa menyebabkan anak malas belajar. Tidak cukup di situ, banyak orang tua di masyarakat kita yang menuntut anak untuk belajar hanya demi angka (nilai) dan bukan mengajarkan kepada anak akan kesadaran dan tanggung jawab anak untuk belajar selaku pelajar. Akibat dari tuntutan tersebut tidak sedikit anak yang stress dan sering marah-marah (ngambek) sehingga nilai yang berhasil ia peroleh kurang memuaskan. Parahnya lagi, tidak jarang orang tua yang marah-marah dan mencela anaknya bilamana anak mendapat nilai yang kuang memuaskan. Menurut para pakar psikologi, sebenarnya anak usia Sekolah Dasar janga terlalu diorentasikan pada nilai (hasil belajar), tetapi bagaimana membiasakan diri untuk belajar, berlatih tanggung jawab, dan berlatih dalam suatu aturan.

b. Sikap Guru
Guru selaku tokoh teladan atau figur yang sering berinteraksi dengan anak dan dibanggakan oleh mereka, tapi tidak jarang sikap guru di sekolah juga menjadi objek keluhan siswanya. Ada banyak macam penyebabnya, mulai dari ketidaksiapan guru dalam mengajar, tidak menguasai bidang pelajaran yang akan diajarkan, atau karena terlalu banyak memberikan tugas-tugas dan pekerjaan rumah. Selain itu, sikap sering terlambat masuk kelas di saat mengajar, bercanda dengan siswa-siswa tertentu saja atau membawa masalah rumah tangga ke sekolah, membuat suasana belajar semakin tidak nyaman, tegang dan menakutkan bagi siswa tertentu.

c. Sikap Teman
Ketikan seorang anak berinteraksi dengan teman-temannya di sekolah, tentunya secara langsung anak bisa memperhatikan satu sama lainnya, sikap, perlengkapan sekolah, pakaian dan asesoris-asesoris lainnya. Tapi sayangnya tidak semua teman di sekolah memiliki sikap atau perilaku yang baik dengan teman-teman lainnya. Seorang teman yang berlebihan dalam perlengkapan busana sekolah atau perlengkapan belajar, seperti sepatu yang bermerk yang tidak terjangkau oleh teman-teman lainnya, termasuk tas sekolah dan alat tulis atau sepeda dan mainan lainnya, secara tidak langsung dapat membuat iri teman-teman yang kurang mampu. Pada akhirnya ada anak yang menuntut kepada orang tuanya untuk minta dibelikan perlengkapan sekolah yang serupa dengan temannya. Bilamana tidak dituruti maka dengan cara malas belajarlah sebagai upaya untuk dikabulkan permohonannya.

d. Suasana Belajar di Rumah
Bukan suatu jaminan rumah mewah dan megah membuat anak menjadi rajin belajar, tidak pula rumah yang sangat sederhana menjadi faktor mutlak anak malas belajar. Rumah yang tidak dapat menciptakan suasana belajar yang baik adalah rumah yang selalu penuh dengan kegaduhan, keadaan rumah yang berantakan ataupun kondisi udara yang pengap. Selain itu tersedianya fasilitas-fasilitas permainan yang berlebihan di rumah juga dapat mengganggu minat belajar anak. Mulai dari radio tape yang menggunakan kaset, CD, VCD, atau komputer yang diprogram untuk sebuah permainan (games), seperti Game Boy, Game Watch maupun Play Stations. Kondisi seperti ini berpotensi besar untuk tidak terciptanya suasana belajar yang baik.

e. Sarana Belajar
Sarana belajar merupakan media mutlak yang dapat mendukung minat belajar, kekurangan ataupun ketiadaan sarana untuk belajar secara langsung telah menciptakan kondisi anak untuk malas belajar. Kendala belajar biasanya muncul karena tidak tersedianya ruang belajar khusus, meja belajar, buku-buku penunjang (pustaka mini), dan penerangan yang bagus. Selain itu, tidak tersediannya buku-buku pelajaran, buku tulis, dan alat-alat tulis lainnya, merupakan bagian lain yang cenderung menjadi hambatan otomatis anak akan kehilangan minat belajar yang optimal.

Enam langkan untuk mengatasi mals belajar pada anak dan membantu orangtua dalam membimbing dan mendampingi anak yang bermasalah dalam belajar antara lain:

1. Mencari Informasi
Orangtua sebaiknya bertanya langsung kepada anak guna memperoleh informasi yang tepat mengenai dirinya. Carilah situasi dan kondisi yang tepat untuk dapat berkomunikasi secara terbuka dengannya. Setelah itu ajaklah anak untuk mengungkapkan penyebab ia malas belajar. Pergunakan setiap suasana yang santai seperti saat membantu ibu di dapur, berjalan-jalan atau sambil bermain, tidak harus formal yang membuat anak tidak bisa membuka permasalahan dirinya.

2. Membuat Kesepakatan bersama antara orang tua dan anak.
Kesepakatan dibuat untuk menciptakan keadaan dan tanggung jawab serta memotivasi anak dalam belajar bukan memaksakan kehendak orang tua. Kesepakatan dibuat mulai dari bangun tidur hingga waktu hendak tidur, baik dalam hal rutinitas jam belajar, lama waktu belajar, jam belajar bilamana ada PR atau tidak, jam belajar di waktu libur sekolah, bagaimana bila hasil belajar baik atau buruk, hadiah atau sanksi apa yang harus diterima dan sebagainya. Kalaupun ada sanksi yang harus dibuat atau disepakati, biarlah anak yang menentukannya sebagai bukti tanggungjawabnya terhadap sesuatu yang akan disepakati bersama.

3. Menciptakan Disiplin.
Bukanlah suatu hal yang mudah untuk menciptakan kedisiplinan kepada anak jika tidak dimulai dari orang tua. Orang tua yang sudah terbiasa menampilkan kedisiplinan dalam kehidupan sehari-hari akan dengan mudah diikuti oleh anaknya. Orang tua dapat menciptakan disiplin dalam belajar yang dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan. Latihan kedisiplinan bisa dimulai dari menyiapkan peralatan belajar, buku-buku pelajaran, mengingatkan tugas-tugas sekolah, menanyakan bahan pelajaran yang telah dipelajari, ataupun menanyakan kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam suatu pelajaran tertentu, terlepas dari ada atau tidaknya tugas sekolah.

4. Menegakkan Kedisiplinan.
Menegakkan kedisiplinan harus dilakukan bilamana anak mulai meninggalkan kesepakatan-kesepakatan yang telah disepakati. Bilamana anak melakukan pelanggaran sedapat mungkin hindari sanksi yang bersifat fisik (menjewer, menyentil, mencubit, atau memukul). Untuk mengalihkannya gunakanlah konsekuensi-konsekuensi logis yang dapat diterima oleh akal pikiran anak. Bila dapat melakukan aktivitas bersama di dalam satu ruangan saat anak belajar, orang tua dapat sambil membaca koran, majalah, atau aktivitas lain yang tidak mengganggu anak dalam ruang tersebut. Dengan demikian menegakkan disiplin pada anak tidak selalu dengan suruhan atau bentakan sementara orang tua melaksanakan aktifitas lain seperti menonton televisi atau sibuk di dapur.

5. Ketegasan Sikap
Ketegasan sikap dilakukan dengan cara orang tua tidak lagi memberikan toleransi kepada anak atas pelanggaran-pelanggaran yang dilakukannya secara berulang-ulang. Ketegasan sikap ini dikenakan saat anak mulai benar-benar menolak dan membantah dengan alasan yang dibuat-buat. Bahkan dengan sengaja anak berlaku �tidak jujur� melakukan aktivitas-aktivitas lain secara sengaja sampai melewati jam belajar. Ketegasan sikap yang diperlukan adalah dengan memberikan sanksi yang telah disepakati dan siap menerima konsekuensi atas pelanggaran yang dilakukannya.

6. Menciptakan Suasana Belajar
Menciptakan suasana belajar yang baik dan nyaman merupakan tanggung jawab orangtua. Setidaknya orang tua memenuhi kebutuhan sarana belajar, memberikan perhatian dengan cara mengarahkan dan mendampingi anak saat belajar. Sebagai selingan orangtua dapat pula memberikan permainan-permainan yang mendidik agar suasana belajar tidak tegang dan tetap menarik perhatian.

Ternyata malas belajar yang dialami oleh anak banyak disebabkan oleh berbagai faktor. Oleh karena itu sebelum anak terlanjur mendapat nilai yang tidak memuaskan dan membuat malu orangtua, hendaknya orang tua segera menyelidiki dan memperhatikan minat belajar anak. Selain itu, menumbuhkan inisiatif belajar mandiri pada anak, menanamkan kesadaran serta tanggung jawab selaku pelajar pada anak merupakan hal lain yang bermanfaat jangka panjang. Jika enam langkah ini dapat diterapkan pada anak, maka sudah seharusnya tidak adalagi keluhan dari orang tua tentang anaknya yang malas belajar atau anak yang ngambek karena selalu dimarahi orang tuanya.

Sumber Bacaan
http://anaprivat.blogspot.com/
www.keluargabahagia.com
http://id.answers.yahoo.com/
Perilaku Agresif Remaja

Perilaku Agresif Remaja

Hari senin tanggal 23 kemarin hati saya terasa miris ketika melihat berita di sebuah stasiun televisi swasta, di mana dua kelompok remaja yang masih mengenakan seragam putih-biru terlibat baku-hantam di sebuah jalan ibu kota Jakarta. Ya, itulah anak-anak pelajar SLTP kita yang sedang saling serang satu sama lainnya, alias tawuran.

Kejadian itu langsung mengingatkan saya pada 1 tahun yang lalu, dimana masyarakat kita digegerkan dengan tindakan-tindakan menyimpang yang dilakukan oleh remaja kita, di Bandung dengan genk Motornya, di Pati dengan genk Neronya, serta di tempat-tempat lainnya yang tidak sempat terekspos oleh media. Itulah salah satu sisi kehidupan remaja di negara tercinta kita ini, yang konon akan menjadi generasi penerus bangsa.

Bagi masyarakat kita, aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal mungkin sudah merupakan berita harian. Seperti yang kita ketahui bersama untuk saat ini beberapa televisi (baik nasional maupun lokal) bahkan membuat program-program khusus yang menyiarkan berita-berita tentang aksi kekerasan.

Aksi-aksi kekerasan dapat terjadi di mana saja, seperti di jalan-jalan, di sekolah, di kompleks-kompleks perumahan, bahkan di pedesaan. Aksi tersebut dapat berupa kekerasan verbal (mencaci maki) maupun kekerasan fisik (memukul, meninju, dll). Pada kalangan remaja aksi yang biasa dikenal sebagai tawuran pelajar/masal merupakan hal yang sudah terlalu sering kita saksikan, bahkan cenderung dianggap biasa. Pelaku-pelaku tindakan aksi ini bahkan sudah mulai dilakukan oleh siswa-siswa di tingkat SLTP/SMP. Hal ini sangatlah memprihatinkan bagi kita semua
Aksi-aksi kekerasan yang sering dilakukan remaja sebenarnya adalah prilaku agresi dari diri individu atau kelompok. Agresi sendiri menurut Scheneiders (1955) merupakan luapan emosi sebagai reaksi terhadap kegagalan individu yang ditampakkan dalam bentuk pengrusakan terhadap orang atau benda dengan unsur kesengajaan yang diekspresikan dengan kata-kata (verbal) dan perilaku non verbal.

Agresif menurut Murry (dalam Halll dan Lindzey,1993) didefinisiakan sebagi suatui cara untuk melawan dengan sangat kuat, berkelahi, melukai, menyerang, membunuh, atau menghukum orang lain. Atau secara singkatnya agresi adalah tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau merusak milik orang lain.

Perilaku agresif menurut David O. Sars (1985) adalah setiap perilkau yang bertujuan menyakiti orang lain, dapat juga ditujukan kepada perasaan ingin menyakiti orang lain dalam diri seseorang.

Sedangkan menurut Abidin (2005) agresif mempunyai beberapa karakteristik. Karakteristik yang pertama, agresif merupakan tingkah laku yang bersifat membahayakan, menyakitkan, dan melukai orang lain. Karakteristik yang kedua, agresif merupakan suatu tingkah laku yang dilakukan seseorang dengan maksud untuk melukai, menyakiti, dan membahayakan orang lain atau dengan kata lain dilakukan dengan sengaja. Karakteristik yang ketiga, agresi tidak hanya dilakukan untuk melukai korban secara fisik, tetapi juga secara psikis (psikologis), misalnya melalui kegiatan yang menghina atu menyalahkan.

Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa prilaku agresif adalah sebuah tindakan kekerasan baik secara verbal maupun secara fisik yang disengaja dilakukan oleh individu atau kelompok terhadap orang lain atau objek-objek lain dengan tujuan untuk melaukai secara fisik maupun psikis.

Pertanyaannya kemudian adalah faktor-faktor apa saja yang dapat menjadi pemicu perilaku agresi tersebut? Mengapa kasus-kasus sepele dalam kehidupan sosial masyarakat sehari-hari dapat tiba-tiba berubah menjadi bencana besar yang berakibat hilangnya nyawa manusia? Mengapa Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, ada baiknya kita memahami terlebih dahulu apa saja penyebab perilaku agresi.

Menurut Davidoff perilaku agresif remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor:

1. Faktor Biologis
Ada beberapa faktor biologis yang mempengaruhi perilaku agresif yaitu:

a. Gen tampaknya berpengaruh pada pembentukan sistem neural otak yang mengatur perilaku agresi. Dari penelitian yang dilakukan terhadap binatang, mulai dari yang sulit sampai yang paling mudah dipancing amarahnya, faktor keturunan tampaknya membuat hewan jantan yang berasal dari berbagai jenis lebih mudah marah dibandingkan betinanya.

b. Sistem otak yang tidak terlibat dalam agresi ternyata dapat memperkuat atau menghambat sirkuit neural yang mengendalikan agresi. Pada hewan sederhana marah dapat dihambat atau ditingkatkan dengan merangsang sistem limbik (daerah yang menimbulkan kenikmatan pada manusia) sehingga muncul hubungan timbal balik antara kenikmatan dan kekejaman. Prescott (Davidoff, 1991) menyatakan bahwa orang yang berorientasi pada kenikmatan akan sedikit melakukan agresi sedangkan orang yang tidak pernah mengalami kesenangan, kegembiraan atau santai cenderung untuk melakukan kekejaman dan penghancuran (agresi). Prescott yakin bahwa keinginan yang kuat untuk menghancurkan disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menikmati sesuatu hal yang disebabkan cedera otak karena kurang rangsangan sewaktu bayi.

c. Kimia darah. Kimia darah (khususnya hormon seks yang sebagian ditentukan faktor keturunan) juga dapat mempengaruhi perilaku agresi. Dalam suatu eksperimen ilmuwan menyuntikan hormon testosteropada tikus dan beberapa hewan lain (testosteron merupakan hormon androgen utama yang memberikan ciri kelamin jantan) maka tikus-tikus tersebut berkelahi semakin sering dan lebih kuat. Sewaktu testosteron dikurangi hewan tersebut menjadi lembut. Kenyataan menunjukkan bahwa anak banteng jantan yang sudah dikebiri (dipotong alat kelaminnya) akan menjadi jinak. Sedangkan pada wanita yang sedang mengalami masa haid, kadar hormon kewanitaan yaitu estrogendan progresteronmenurun jumlahnya akibatnya banyak wanita melaporkan bahwa perasaan mereka mudah tersinggung, gelisah, tegang dan bermusuhan. Selain itu banyak wanita yang melakukan pelanggaran hukum (melakukan tindakan agresi) pada saat berlangsungnya siklus haid ini.

2. Faktor lingkungan
Yang mempengaruhi perilaku agresif remaja yaitu:

a. Kemiskinan
Remaja yang besar dalam lingkungan kemiskinan, maka perilaku agresi mereka secara alami mengalami penguatan. Hal yang sangat menyedihkan adalah dengan berlarut-larut terjadinya krisis ekonimi dan moneter menyebabkan pembengklakan kemskinan yang semakin tidak terkendali. Hal ini berarti potensi meledaknya tingkat agresi semakin besar. Ya walau harus kita akui bahwa faktor kemiskinan ini tidak selalu menjadikan seseorang berperilaku agresif, dengan bukti banyak orang di pedesaan yang walau hidup dalam keadaan kemiskinan tapi tidak membuatnnya berprilaku agresif, karena dia telah menerima keadaan dirinya apa adanya.

b. Anoniomitas
Terlalu banyak rangsangan indra dan kognitif membuat dunia menjadi sangat impersonal, artinya antara satu orang dengan orang lain tidak lagi saling mengenal. Lebih jauh lagi, setiap individu cenderung menjadi anonim (tidak mempunyai identiras diri). Jika seseorang merasa anonim ia cenderung berperilaku semaunya sendiri, karena ia merasa tidak terikkat dengan norma masyarakat da kurang bersimpati dengan orang lain.

c. Suhu udara yang panas
Bila diperhatikan dengan seksama tawuran yang terjadi di Jakarta seringkali terjadi pada siang hari di terik panas matahari, tapi bila musim hujan relatif tidak ada peristiwa tersebut. Begitu juga dengan aksi-aksi demonstrasi yang berujung pada bentrokan dengan petugas keamanan yang biasa terjadi pada cuaca yang terik dan panas tapi bila hari diguyur hujan aksi tersebut juga menjadi sepi.

Hal ini sesuai dengan pandangan bahwa suhu suatu lingkungan yang tinggi memiliki dampak terhadap tingkah laku sosial berupa peningkatan agresivitas. Pada tahun 1968 US Riot Comision pernah melaporkan bahwa dalam musim panas, rangkaian kerusuhan dan agresivitas massa lebih banyak terjadi di Amerika Serikat dibandingkan dengan musim-musim lainnya (Fisher et al, dalam Sarlito, Psikologi Lingkungan,1992

3. Kesenjangan generasi
Adanya perbedaan atau jurang pemisah (gap) antara generasi anak dengan orang tuanya dapat terlihat dalam bentuk hubungan komunikasi yang semakin minimal dan seringkali tidak nyambung. Kegagalan komunikasi antara orang tua dan anak diyakini sebagai salah satu penyebab timbulnya perilaku agresi pada anak.


4. Amarah
Marah merupakan emosi yang memiliki cirri-ciri aktifitas system saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat yang biasanya disebabkan akarena adanya kesalahan yang muingkin nyata-nyata salah atau mungkin tidak (Davidoff, Psikologi Suatu Pengantar, 1991). Pada saat amrah ada perasaan ingin menyerang, meninju, menghancurkan atau melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal tersebut disalurkan maka terjadilah perilaku agresif.

5. Peran belajar model kekerasan
Model pahlawan-pahlawan di film-film seringkali mendapat imbalan setelah mereka melakukan tindak kekerasan. Hal bisa menjadikan penonton akan semakin mendapat penguatan bahwa hal tersebut merupakan hal yang menyenangkan dan dapat dijadikan suatu sistem nilai bagi dirinya. Dengan menyaksikan adegan kekerasan tersebut terjadi proses belajar peran model kekerasan dan hali ini menjadi sangat efektif untuk terciptanya perilaku agresif.

6. Frustasi
Frustasi terjadi bila seseorang terhalang oleh ssesuatu hal dalam mencapai suatu tujuan, kebutuhan, keinginan, pengharapan atau tindakan tertentu. Agresi merupakan salah satu cara merespon terhadap frustasi. Remaja miskin yang nakal adalah akibat dari frustasi yang behubungan dengan banyaknya waktu menganggur, keuangan yang pas-pasan dan adanya kebutuhan yang harus segera tepenuhi tetapi sulit sekali tercap[ai. Akibatnya mereka menjadi mudah marah dan berprilaku agresi.

7. Proses pendisiplinan yang keliru
Pendidikan disiplin yang otoriter dengan penerapan yang keras terutama dilakukan dengan memberikan hukuman fisik, dapat menimbulkan berbagai pengaruh yang buruk bagi remaja (Sukadji, Keluarga dan Keberhasilan Pendidikan, 1988). Pendidikan disiplin seperti akan membuat remaja menjadi seorang penakut, tidak ramah dengan orang lain, membenci orang yang memberi hukuman, kehilangan spontanitas serta kehilangan inisiatif dan pada akhirnya melampiaskan kemarahannya dalam bentuk agresi kepada orang lain.

Sejak manusia dilahirkan ke dunia ini ia akan melewati beberapa priode kehidupan hingga saat dia sampai ke liang lahad. Masa kanak-kanak, remaja, dewasa, dan kemudian menjadi orangtua, tidak lebih hanyalah merupakan suatu proses wajar dalam hidup yang berkesinambungan dari tahap-tahap pertumbuhan yang harus dilalui oleh seorang manusia. Setiap masa pertumbuhan memiliki ciri-ciri tersendiri, masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Demikian pula dengan masa remaja. Masa remaja sering dianggap sebagai masa yang paling rawan dalam proses kehidupan ini. Masa remaja sering menimbulkan kekuatiran bagi para orangtua. Masa remaja sering menjadi pembahasan dalam banyak seminar. Padahal bagi si remaja sendiri, masa ini adalah masa yang paling menyenangkan dalam hidupnya. Oleh karena itu, dengan mengetahui faktor penyebab seperti yang dipaparkan di atas diharapkan dapat diambil manfaat bagi para orangtua, pendidik dan terutama para remaja sendiri dalam berperilaku dan mendidik generasi berikutnya agar lebih baik sehingga aksi-aksi kekerasan baik dalam bentuk agresi verbal maupun agresi fisik dapat diminimalkan atau bahkan dihilangkan.

Khalil Gibran mengatakan bahwa anak adalah ibarat anak panah. Pertanyaannya, sudahkah anak panah ini memperoleh kebebasan untuk mengarahkan kemana yang ia tuju? Ataukah demi gengsi, atau apalah yang lain anak panah itu akan dibawa dan ditancapkan pada sasaran? Remaja adalah sebuah generasi dari suatu peradaban. Karenanya mempunyai peran strategis dalam perencanaan pembangunan dan bahkan pada arah serta pelaku pembangunan itu sendiri. Namun demikian perlakuan yang salah pada remaja baik yang nakal maupun yang tidak oleh para orangtua dan pengambil kebijakan justru akan berakibat semakin buruk pada peradaban bangsa itu.

Pertanyaan terakhir adalah sudahkan kita mengambil langkah-langkah yang tepat guna mengarahkan perbuatannya kepada hal yang lebih positif?

Daftar Pustaka
David, Jonathan Psikologi Sosial, Jakarta: Erlangga, 2005.
Koeswara, E, Agresi Manusia. Bandung: PT Erasco. 1998.
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004.
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004.
http: // www. E- psikologi. Com/ epsi/ individual detail. Asp ?id= 380

Bagaimana Rasulullah Mendidik?

Bagaimana Rasulullah Mendidik?

Keberhasilan dalam pendidikan tidak terlepas dari sebuah sistem atau metode yang digunakan. Pemilihan metode yang tepat akan membawa kepada keberhasilan dalam mendidik, begitu juga sebaliknya. Pandangan ini juga benar-benar dipegang oleh Nabi Muhammad saw. Generasi terbaik (khoirul kharni) para sahabat alaihim assalam adalah contoh nyata tak terbantahkan keberhasilan pendidikan yang di Nabi saw. Berikut ini adalah urain singkat mengenai metode yang dipakai oleh Nabi saw dalam mendidik .

1. Lemah Lembut

Allah berfirman �maka disebabkan dari rahmat Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras, tentulah meraka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka, dalam urusan itu.� (Qs Al Imran: )

Nabi menjadikan sifat lemah lembut sebagai salah satu faktor keberhasilan dalam pendidikan. Dari �Aisyah bahwa Nabi Shalallahu �alaihi wasalam bersabda �Hai �Aisyah sesungguhnya Allah itu Maha Lembut dan menyukai kelembutan. Allah memberi dengan sebab kelembutan suatu yang tidak Allah berikan pada sikap keras, bahkan suatu yang tidak Allah berikan hal-hal lainnya. (HR Bukhori Muslim )

Sifat lemah lembut lebih diperlukan lagi pada saat terjadi kesalahan yang tidak disengaja. Kadang, ketika seseorang berbuat salah kepada kita, kita merasa kesal, sehingga emosi kita tak kendali, kita tidak bisa bersifat lembut dan cenderung bersifat kasar.

Dari sahabat Anas radhiallahu�anhu ada seorang Arab Badui yang kencing disalah satu bagian masjid. Para shahabat pun pada membentak dan memarahinya. Melihat kejadian itu Rasulullah melarang para shohabat berbuat seperti itu. Setelah orang tersebut telah menyelesiakan kencinnya, Nabi meminta satu ember berisi air lalu menyiramnya pada bagaian yang terkena kencing tadi. Dalam riwayat yang lain juga di sebutkan bahwa Rasulullah bersabda kepada badui tersebut �sesungguhnya masjid tidaklah layak untuk dikencingi atau dikenai kotoran. Masjid itu hanyalah untuk mengingat Allah, melaksanakan Shalat dan membaca Al Qur�an.�

2. Pujian dan Motifasi

Pujian dan motifasi bertujuan untuk memacu semangat dan yang lain untuk bersaing secara sehat. Sebuah pujian dikatakan sehat jika dilakukan tidak mengada-ada, sehingga orang yang dipuji pun tidak akan terlena. Sewajarnya saja, sehingga apa yang diharapkan dengan pujian tersebut dapat mengenai sasaran.

Diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Ibnu Umar Nabi bersabda, �Sebaik- baik orang adalah Abdulah bin Umar seandainya ia rajin sholat malam.� Bagaimana dampak pujian Nabi ini terhadap diri Umar salah seorang murid Ibnu Umar yang bernama Salim mengatakan, sejak saat itu Abdullah bin Umar hanya sedikit tidur diwaktu malam.

Kemampuan dan potensi menjadi tenggelam atau bahkan hilang disebabkan tidak ada buah kalimat pujian atau motivasi. Jika kita memuji seseorang memiliki kemampuan tertentu, maka pujian kita tidaklah hanya berfungsi menjaga semangat orang tersebut. Bahkan pujian kita boleh jadi memompa yang lain, yang boleh jadi tidak terpacu dengan cara ini.

3. Bertahap dan Memperhatikan Kondisi

Anak didik kita belum tentu memiliki derajat pemahaman yang sama. Demikan juga semangat yang mereka miliki. Syari�at yang turun dari Allah pun diturunkan secara bertahap dan memperhatikan kesiapan manusia untuk menerima syari�at. Oleh karena itu yang menjadi prioritas utama dan yang perlu diperhatikan adalah permasalahan tauhid terlebih dahulu setelah tauhid tertanam di sanubari, barulah diturunkan hal-hal yang wajib dan terlarang. �Aisyah mengatakan � Surat yang pertama kali diturunkan adalah surat yang pendek-pendek. Surat tersebut menceritekan surga dan neraka. Sesudah para shohabat mantap dalam berislam, barulah diturunkan hal-hal halal dan haram. Seandainya ayat yang pertama kali turun adalah �janganlah kamu minum khamr� tentu para sahabat mengatakan �Kami tidak akan meninggalkan khamr selamanya.� Seandainya ayat yang pertama kali turun adalah �janganlah kalian brrbuat zina� tentu mereka akan mengatakan �Kami tidak akan meninggalkan zina selamanya. � (H.R. Bukhori)

Demikian pula metode pendidikan yang Nabi ajarkan bertumpu pada prinsip bertahap dan memperhatikan kondisi. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Jundub bin Abdillah beliau mengatakan �Kami bersama Nabi saw sedangkan Kami masih muda belia. Kami belajar iman baru kemudian belajar Al-Qur�an, sesudah kami belajar Al-Qur�an maka makin bertambah keimanan kami. Diantara bentuk prinsip bertahap dan memperhatikan keadaan adalah tidak mendahulukan sesuatu yang seharusnya ditunda dan memberikan infomasi kepada orang-orang tertentu saja karena mengingat kemampuan pemahaman dan kemashalahatan.

Proses pendidikan bukanlah proses menyampaikan informasi, namun pendidikan adalah satu hal yang sangat penting, Sehingga memerlukan prinsip dan dasar agar membuahkan kesempurnaan yang diinginkan. Inilah metode para robbani yang Allah puji.

Ibnu Abbas mengatakan, �Robbani adalah seseorang yang mendidik orang lain dengan menyampaikan hal-hal yang dasar, kemudian yang detail.

4. Memanfaatkan Momen

Dalam sehari banyak sekali peristiwa dan kejadian yang muncul. Seorang pendidik yang cerdas akan memanfaatkan berbagai fenomena dan kejadian yang ada sebagai sarana pembelajaran. Demikian yang dilakukan oleh Nabi Sholallahu�alaihi wasalam .

Dari Umar bi Khattab semoga Allah meridhoinya, ada serombongan tawanan dihadapkan kepada Nabi Shollahu�alaih wasalam. diantara tawanan tersebut ada seorang wanita yang mencari-cari sesuatu. Wanit tersebut lantas menemukan seorang balita di antara para tawanan, kemusian wanita tersebut meraihnya mendekap dan menyusuinya. Rasulullah Shollahu�alai wasalmam lantas bersabda kepada kami, �Menurut pendapat kalian apakah wanita ini tega melemparkan anaknya ke dalam kobaran api?� Kami jawab �Tidak, demi Allah jika wanita tersebut mampu untuk tidak melakukan hal tersebut.

Rasulullah pun bersabda �sesungguhnya Allah itu lebih sayang kepada hamba-hambanya dari pada wanita tersebut terhadap anak-anaknya . (HR Bukhori V/2235)

Mungkin saja kejadian ini berlalu tanpa komentar apapun, akan tetapi Nabi saw benar-banar memanfaatkan kejadian ini. Demikian yang selayaknya kita lakukan.

5. Memperpendek Kesenjangan Antara Guru dan Murid

Jiwa manusia menyukai sikap rendah hati dan membenci kesombongan. Hilangnya pemisah antara pendidik dan anak didiknya . Faktor penting untuk mewujudkan lingkungan yang kondiksif untuk memacu perkembangan pendidikan. Orang yang memperhatikan perikehidupan Nabi sdhlallahu�aiahi wasalam akan mendapatkan hal ini dengan jelas. Demikian juga dengan dampaknya.

Anas bin Malik Semoga Allah Meridhoinya mengatakan Rosulullah Sholallhu�alai wasalam adalah orang yang paling kocak. Mar�a binYusuf al-Karmi berkata �Ketahuilah bercanda iti boleh-boleh saja asalkan tidak mengandung hal-hal yang tercela. Dan tidak bergaul dengan orang-orang yang durjana. Akan tetapi canda tersebut hanyalah antara teman dan orang-orang yang baik-baik. Dalam canda tersebut tidak ada menyakiti, mencela kehormatan (perilaku ) seseorang.

Bahkan seandainya kita katakan bahwa bercanda itu di anjurkan, maka ini pun pendapat yang tidak jauh dari kebenaran, dengan catatan canda tersebut untuk bertujuan melahirkan pergaulan yang baik, ekspresi ketawadhuan dengan sesama teman, wujud keakraban dan menghilangkan rasa sungkan kepada mereka. Canda ini pun tidak mengandung cemoohan, merendahkan kehormatan kita. atau meremehkan seseorang.

Akan tetapi yang disebut suasana keakraban dan menghapuskan jurang pemisah antara pendidik dan atau dai dengan obyek da�wahnya tidaklah dimaksudkan agar kepribadian larut dalam kepribadian anak didiknya. Perlu kita ketaui bahwa hilangnya rasa hormat tidak akan terjadi kecuali pada saat pendidikan tersebut meninggalkan kepribadiannya yang hakiki, serta fungsinya yang benar sebagai seorang pendidik.

6. Argumen yang memuaskan

Sebenarnya pendidikan yang harus kita tananamkan adalah prinsip ketundukan dan kepatuhan terhadap perintah dan larangan syari�at. Akan tetapi ada sebagian orang tidak mau mengakui kebenaran padahal kita sudah berbuat salah. Oleh karena itu diperlukan argumen yang memuaskan agar orang tersebut mau kembali ke jalan yang benar.

Diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Abu Hurairah beliau menceritakan bahwa Husain bin Ali semoga Allah meridhoinya mengambil sebutir kurma zakat, Nabi pun lantas memasukan jarinya ke mulut husain sambil mengatakan �Cih-cih�, kemudian beliau bersabda, �apakah engkau titak tahu kalau tidak boleh makan makan yang berasal dari sedekah dan zakat. �

Ketika Nabi meninggal dunia umur Husain belum sampai 8 tahun, meskipun demikian Nabi berdialog dengannya seperti berdialog dengan orang dewasa. Beliau berkata kepada Husain, cucunya �tidaklah aku keluarkan kurma dari mulutmu itu karena pelit, atau kurma tersebut mengandung bahaya. Sama sekali tidak demikian, akan tetapi sebabnya karena kita tidak boleh memakan harta sedekah.�

Oleh karena itu jika kita mendapatkan anak kita membawa gambar yang terlarang atau memakai pakaian yang tidak sesuai dengan aturan Islam maka duduklah bersama dengan memberikan alasan yang memuaskan agar membentuk kepribadian seoarang muslim dan menghasilkan perubahan dengan izin Allah.

Inilah beberapa metode pendidikan dan pengajaran yang Nabi terapkan yang memiliki pengaruh sangat besar dalam pembentukan kepribadian seseorang.
Para sahabat adalah bukti takterbantahkan dari keberhasilan metode yang digunakan. Sebagai umat Islam sudah sepatutnya kita untuk meniru apa yang dilakukan Nabi Muhammad SAW, �Sesungguhnya telah ada bagi kalian pada diri Rasulullah suri tauladan yang baik�. Bagaimana dengan diri kita?

Sumber Bacaan:
Al-Qur�an
SQ endisi 11 maret 2005
Kitab Shohih bukhori muslim

Belajar Dari Kenakalan Anak

Thomas Armstrong, pakar Multiple Intelligences, menyatakan ada dua cara sederhana yang dapat kita gunakan untuk mengenali jenis-jenis kecerdasan anak-anak. Pendapat Thomas Armstrong itu ditujukan buat para guru, tapi dapat juga kita aplikasikan di luar kelas.

Image Salah satu cara yang baik untuk mengenali kecerdasan yang paling berkembang dari anak-anak adalah dengan mengamati "kenakalan" mereka di kelas. Kenakalan anak adalah semacam "seruan pemberontakan" terhadap gaya belajar tertentu yang dipaksakan. Karena anak-anak itu menganggap gaya belajar yang diterapkan kepadanya tidak sesuai dengan gaya belajar alamiah mereka, mereka berteriak minta tolong. Dan cara anak-anak mengekspresikan permintaan tolong itu adalah dengan melakukan hal-hal yang dianggap orang dewasa sebagai kenakalan.


Kalau diamati, ternyata kenakalan anak-anak itu berbeda-beda ekspresinya. Anak yang memiliki kecerdasan linguistik biasanya sering membuat celetukan dan canda kata-kata. Anak yang memiliki kecerdasan spasial akan mencoret-coret. Anak yang memiliki kecerdasan interpersonal akan mengobrol dengan teman-temannya. Sedangkan anak yang memiliki kecerdasan kinestetis-jasmani tidak bisa duduk diam dan terus bermain kejar-kejaran bersama temannya.

Indikator pengamatan lain yang sederhana dan dapat digunakan adalah mengamati cara anak-anak menggunakan waktu luang mereka. Pada saat jadwal anak tidak diatur secara eksternal oleh orang lain, anak-anak dapat tampil alamiah dan apa adanya. Mereka bebas memilih kegiatan apa saja yang disukainya. Oleh karena itu, aktivitas mereka menunjukkan bagaimana cara mereka belajar (learning style) dan jenis-jenis kecerdasan yang menonjol pada diri mereka.

Tentu saja pengamatan ini sangat sederhana. Tapi yang sederhana ini dapat kita terapkan di rumah pada anak-anak di rumah. Walaupun kita bukan ahli psikologi, setidaknya, kita dapat belajar semakin mengenal anak-anak kita. Dengan demikian, kita dapat lebih efektif saat memfasilitasi tumbuh-kembang anak-anak kita.
Back To Top